Kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Dempkrat M. Nazarudin telah membuat parpol penyokong utama pemerintahan SBY semakin kelihatan watak aslinya yang tidak steril dengan prilaku buruk yang dipraktikkan sebagian kadernya baik di pusat hingga daerah. Partai Demokrat yang selama ini menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai ‘jualan’ utamanya ternyata kini hanya menjadi ‘bualan’ semata karena praktik di lapangan justru menunjukkan kontradiksi aksi dan fakta yang sesungguhnya.
Tsunami dugaan korupsi yang kini melanda Partai Demokrat membuktikan bahwa parpol ini tidak konsisten dalam berprilaku dan hanya menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai alat propaganda politik demi membangun pencitraan dihadapan publik. Kini mata publik telah dibuka bahwa komitmen pemberantasan korupsi yang dijadikan slogan suci SBY dan Partai Demokrat tak lebih sebagai cerita fiksi yang penuh sensasi dan manipulasi.
Kasus yang menimpa M.Nazarudin dan kini melebar mulai menyeret sejumlah eli Partai Demokrat menjadi bukti nyata betapa pembohongan publik adalah fakta dan nyata dilakukan oleh pemerintahan SBY yang selama ini ‘mentasbihkan’ pemberantasan korupsi. Agenda suci pemberantasan korupsi dalam dataran praktiknya ternyata penuh kontradiksi, ironi,manipulasi, diskriminasi dan politisasi sehingga tidak menyentuh aspek yang sesungguhnya terkecuali hanya membuat hiruk pikuk dipermukaan tetapi substansinya selalu kabur dan penuh dengan permainan (rekayasa) dan sering berjalan transaksional.
Realitas itulah yang kini semakin merontokkan citra dan kepercayaan Presiden SBY dan Partai Demokrat. Dari berbagai hasil temuan lembaga Lembag Survei tingkat popularitas dan kepercayaan publik terhadap SBY dan partai pendukung utamanya menunjukkan tren yang terus menurun (anjlok) secara memprihatinkan. Semua ini terjadi karena ageda korupsi yang selama ini menjadi senjata pamungkas dan pusaka utama pemerintahan SBY dan Partai Demokrat kini mulai makan ‘tuannya’ sendiri.
Ditengah realitas yang sunguh sangat kontradiktif dan ironis itu, publik kini ternyata mulai menyimpulkan adanya petunjuk terjadinya korupsi ‘berjamaah’ di Partai Demokrat. Petunjuk korupsi berjamah di Partai Demokrat ini tentu didasarkan pada dugaan keterlibatan para elit politiknya serta tidak konsistennya pemimpin tertinggi di negeri ini dalam memberantas korupsi. Indikasi korupsi berjamaah itu setidaknya bisa dilihat dari dugaan para elit Partai Demokrat dalam kasus-kasus korupsi sebagai berikut;
1. Anas Urbaningrum (Ketua Umum DPP Partai Demokrat) yang telah disebut M. Nazarudin menerima dana sekitar 2 Milyar dari Proyek Pembangunan Wisma Atlet Sea Games.
2. Andi A. Malarangeng (Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat dan Menpora) yang disebut M.Nazarudin menerima dana sekitar 4 Milyar dari Proyek Wisma Atlet Sea Game.
3. Jhony Alle Marbun (WakilKetua Umum DPP Partai Demokrat) yang telah lama ramai dikaitkan dengan dugaan korupsi pembangunan Dermaga dan Bandara di Indonesia Timur dan hingga kini kasusnya mengendap di KPK.
4. Max Spacua (WakilKetua Umum DPP Partai Demokrat) yang diduga terkait dengan kasus korupsi Alat Kesehatan di Departemen Kesehatan tahun 2007.
5. Angelina Sondakh (Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat) yang diduga berperan aktif sebagai koordinator Anggaran di Komisi X serta diduga menjadi salah satu aktor terjadinya kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet Sea Games.
6. M. Nazarudin (Mantan Bendahra Umum DPP Partai Demokrat) yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan diduga menjadi aktor utama terjadinya kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet Sea Games dan kasus Suap Sesmenpora.
7. Andi Nurpati (Ketua DPP partai Demokrat) diduga kuat menjadi salah satu aktor Pemalsuan Surat MK yang syarat dengan isu suap atau korupsi.
Berdasarkan keterkaitan nama-nama itu dalam dugaan kasus-kasus itu maka hampir seluruh elit Partai Demokrat yang menempati posisi-posisi paling strategis adalah tidak steril dengan tuduhan keterlibatan korupsi. Tampaknya untuk sementara hanya Sekjen DPP Partai Demokrat; Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang sama sekali tidak pernah disebut dan terkait atau dikaitkan dengan isu korupsi yang kini banyak heboh dan dituduhkan para elit separtainya.
Merujuk dengan berbagai pemberitaan, tudingan dan petunjuk di atas maka dapat disimpulkan bahwa sedang terjadi dugaan korupsi ‘berjamaah’ di Partai Demokrat karena menyasar dan mengaitkan sejumlah elit politiknya yang menempati pos-pos paling strategis. Petunjuk korupsi berjamaah ini tentu akan semakin berat mengangkat kembali citra dan prestasi Partai Demokrat di masa depan jika tidak terjadi loncatan luar biasa dan ledakan besar (Big Bang) dari SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat untuk bertindak tegas menggunakan tangan besi ‘membersihkan’ praktik korupsi di partainya yang telah mencoreng muka dan citra dirinya.
Hal ini bisa ditempuh ketika SBY berani mengambil resiko untuk mengorban siapapun yang terlibat kasus dugaan korupsi, termasuk jika ada anggota keluarganya yang akhirnya terlibat. Bukankankah SBY pernah berikrar dihadapan ratusan juta rakyatnya bahwa dirinya akan memimpin sendiri pemberantasan korupsi dan dimulai dari Istananya. Ikrar ini hingga kini belum terbukti dan ditepati sehingga dalam sisa 3 tahun pemerintahan, SBY masih memiliki hutang sangat besar dengan rakyatnya.
Petunjuk dan indikasi terjadinya korupsi berjamaah ini mestinya yang membuat SBY segera bangkit mewujudkan janji-janjinya sehingga di akhir pemerintahannya dapat mewariskan sejarah, prestasi serta legacy sebagai ‘Bapak’ Pemberantas korupsi, bukannya Bapak ‘Pelindung’ Koruptor. Jika SBY bersikap seperti ini niscaya KPK menjadi sangat ringan dan mudah membedah korupsi berjamaah di Partai Demokrat. Upaya membedah dan menuntaskan dugaan korupsi berjemaaah itu sangat memerlukan dukungan penuh SBY sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan dan di Partai Demokrat.
Semua itu kuncinya tentu terletak pada ketegasan sikap dan kemauan SBY sebagai Presiden dan sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat untuk membedah dan membongkar tuntas indikasi korupsi berjamaah di partai yang pernah didirikan, dibangun dan dibanggakannya. Tanpa ketegasan ini nisacaya pemberatanasan korupsi hanya berputar-pura, mengedepankan sensasi dan penuh basa-basi sehingga tidak pernah menyentuh substansi, terkecuali hanya terus menerus menyakiti dan mengecewakan mayoritas rakyat.
Dari: Aly Imron Dj
Penggiat LSM untuk Transparansi dan Demokrasi, Penulis Buku dan Penulis Lepas di Berbagai media massa. -Sampaikan kebenaran walaupun terasa pahit. Lihatlah apa yang ditulis, jangan lihat penulisnya. Email: alyimrondj@yahoo.com, HP. 085866940999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar