Seekor urang utan sedang disiksa oknum warga, foto by Tribunnews |
Tindakan ini dilakukan karena Orang Utan dianggap hama oleh perusahaan. Selain itu perusahaan tersebut berencana memperluas area perkebunannya yang kebetulan bersebelahan dengan KBK (Kawasan Budidaya Kehutanan).
Pihak managemen perkebunan merasa tak tahu menahu soal masalah ini, ujar direktur kelapa sawit yang ditemui sebuah sumber berita. Ia melanjutkan bahwa dirinya baru masuk perusahaan tersebut September 2010, pembataian itu sendiri terjadi di jeda waktu 2009 sampai 2010.
Seorang karyawan membenarkan kejadian itu, karyawan dan warga diminta memburu Orang Utan, lalu akan dibayar perusahaan tergantung ukuran Orang Utan tersebut. Setelah dikumpulkan, Orang Utan itu lalu dibantai pihak perusahaan. Tak hanya membunuhnya, Orang Utan itu juga dipotong-potong lalu dimasukan ke dalam karung agar mudah dibuang, tempat pembuangan bangkai Orang Utan itu pun telah disediakan oleh pihak perkebunan, ini menandakan pihak perkebunan mengetahui dan bahkan merencanakan pembataian tersebut.
Reaksi keras pun muncul, Kementrian kehutanan diminta untuk mengusut aksi tersebut, dan siapa saja yang terlibat akan ditindak. Tentu kita semua tahu jika Orang Utan adalah hewan yang dilindungi dan terancam punah, tapi mereka malah membatainya untuk kepentingan materi semata. Cacian dan makian terus mengalir dari masyarakat yang geram akan tindakan itu.
Puluhan orangutan (pongo pygmaeus) menjadi bulan-bulanan warga Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Ancalong, Kutai Kartanegara. Berdalih sebagai hama yang merusak dan menggagalkan panen tanaman kepala sawit, warga lantas menangkap, mengikat, merangkeng dan menyiksa.
Aksi brutal dianggap belum cukup. Warga mengakhirinya dengan memotong kepala satwa dilindungi itu. Seluruh aksi pembantaian sadis ini dikabarkan terjadi di sebuah areal konsesi perkebunan kelapa sawit.
Saksi mata yang enggan dikorankan namanya menunjukkan sejumlah foto dokumentasi saat kejadian itu berlangsung tahun 2009-2010 lalu. Menurut dia, pembantaian sadis puluhan orangutan itu atas sepengetahuan dan restu perusahaan sawit.
Direktur perusahaan sawit itu saat dikonfirmasi kemarin, mengaku tidak tahu menahu adanya aksi pembantaian yang disebut-sebut atas restu perusahaannya."Memang informasi itu ada saya dapat dari sejumlah orang. Bahkan ada yang SMS ke HP (hanphone) saya. Tapi saya tidak tahu hal, karena saya baru masuk perusahaan ini September 2010," ujarnya.
Saksi mata yang datang ke kantor Tribun itu menuturkan, saat itu perusahaan sawit tersebut sedang gencar-gencarnya melakukan perluasan area perkebunan kelapa sawit. "Area perkebunan ini bersebelahan dengan area KBK (Kawasan Budidaya Kehutanan) yang di dalamnya sudah hidup habitat orangutan. Tentu ini membuat kehidupan mereka terusik. Orangutan-orangutan itu berhamburan keluar dari tempat tinggal mereka. Mungkin juga kesal karena kehidupan mereka terusik dengan aktivitas pekebunan sawit itu, orangutan pun merusak sejumlah sawit yang sedang tumbuh. Dari situlah awalnya, perusahaan kemudian membuat kebijakan bahwa orangutan adalah hama yang wajib dibasmi atau dibunuh," kata pria tersebut menuturkan.
Proses pembantaian, lanjutnya, dilakukan dengan cara sayembara terbuka yang diumumkan pihak perusahaan, yakni berbunyi: "barang siapa baik karyawan maupun masyarakat sekitar yang mampu menangkap orangutan itu baik dalam keadaan hidup maupun mati, diberikan imbalan berupa uang dari mulai Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta. Imbalan disesuaikan dengan kecil dan besarnya tangkapan itu."
"Dari situlah baik karyawan perusahaan maupun masyarakat sekitar pun berlomba-lomba berburu orangutan. Ketika dapat baik sudah mati ataupun hidup, langsung diserahkan ke pihak perusahaan khususnya di lokasi pembantaian yang sudah disediakan. Dan karyawan ataupun warga yang menyerahkan itu, langsung diberi uang cash sesuai dengan kecil dan besarnya orangutan yang ditangkap," terangnya.
Setelah diserahkan, ada petugas khusus dari perusahaan yang membantai mereka satu-persatu. Yakni dengan cara memotong-motong tubuh orangutan itu menjadi banyak. Potongan tubuh orangutan itu dibungkus dengan karung, untuk kemudian dibuang ke tempat khusus pembuangan yang juga sudah disediakan oleh perusahaan. "Ada tempat pembuangan khususnya, saya lupa," ujarnya.
Salahkan Kontraktor
Direktur perusahaan itu (nama ada pada redaksi) tak berani membenaran atau membantah soal kabar mengenai adanya pembantaian orangutan pada tahun 2009-2010 lalu di areal perusahaan yang ia pimpin sekarang.
"Kalau saya ya, wallahu 'alam, karena pada tahun 2009-2010 saya belum masuk.. Saya masuk diperusahaan itu mulai September 2010 , jadi jujur saya tidak mengetahui kejadian pembantaian tersebut sebagaimana yang dituduhkan," ujar Tonny saat ditemui Tribun di kantornya di Samarinda.
Meski tidak mengetahui kejadian pembantaian orangutan, ia mengaku pernah mendengar informasi adanya pembantaian orangutan itu dari sejumlah warga. Ada warga yang datang langsung ke kantornya maupun orang-orang yang menginformasikannya melalui pesan pendek.
Ia mengatakan, kalaupun benar ada terjadi kejadian pembantaian di areal/lahan perkebunan di arealnya, bukan serta merta kesalahan dan tanggungjawab perusahaan. Itu bisa jadi kesalahan kontraktor selaku pelaksana pekerjaan.
"Seandainya terjadi kejadian pembantaian itu, kalau saya cenderung bukan perusahaan yang disalahkan. Itu kalau pendapat saya ya, karena kita sifatnya hanya melakukan pengawasan saja, sedangkan semua pekerjaan diborongkan kepada kontraktornya langsung," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar